Sebagian siswa pasti mengatakan bahwa pengalaman
belajar yang paling menyenangkan adalah ketika mereka belajar di taman
kanak-kanak (TK). Di TK mereka belajar dengan ceria, mereka menari, menyanyi
dan bermain. Guru-guru TK mengajar siswa-siswanya dengan mengoptimalkan fungsi
otak kanan sehingga pembelajaran di TK menjadi menyenangkan
dan menarik.
Pelajaran
matematika sampai saat ini masih dirasakan sebagian besar siswa adalah
pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini dipicu oleh bentuk pembelajaran
matematika yang tidak interaktif. Pembelajaran hanya didominasi oleh kegiatan
menghitung, bernalar, analisis. Bentuk kegiatan pembelajaran ini cenderung
hanya mengaktif peran otak kiri. Ini berarti kemampuan otak belum dioptimal
karena fungsi otak kanan belum sepenuhnya ikut aktif. Pada hal kemampuan otak
kiri hanya mengingat atau menyimpang memori yang sifatnya jangka pendek
sedangkan otak kanan mempunyai memori daya ingat jangka panjang. Oleh karena
itu, apabila hanya otak kiri yang dominan maka ada kemungkinan anak didik dalam
menyerap pelajarannya mudah lupa. Karena lupa, tentu menyebabkan siswa sulit
menjawab soal-soal ujian.
Manusia mempunyai kemampuan otak yang
luar biasa. Ini dapat dilihat bahwa manusia mempunyai otak dengan kapasitas
satu triliun sel otak. Menurut penelitian, rata-rata manusia mempergunakan
kurang dari 1% kemampuan otaknya (Windura, 2008). Apa jadinya kalau manusia
bisa mempergunakan 10% kemampuan otaknya? Kecenderungan menggunakan otak kiri
dapat dilihat fenomena yang paling sering terjadi dalam belajar adalah mementingkan
apa yang dipelajari (what to learn), bukan bukan bagaimana cara
belajarnya (how to learn).
Pelajaran
matematika sampai saat ini masih menjadi momok dan kurang disenangi oleh siswa.
Hal ini disebabkan dalam pelajaran matematika yang didominasi pada penalaran,
analisis, perhitungan yang lebih terkait dangan otak kiri. Agar membelajaran
dapat mengfungsi otak kiri dan kanan siswa, maka diperlukan suatu proses
pembelajaran yang interaktif. Melalui pembelajaran yang interaktif diharapkan
guru dapat mengkondisikan berfungsinya kedua belahan otak atau lebih dikenal
dengan manajemen otak (Brain Management) siswa. Pembelajaran matematika
dengan melibatkan manajemen otak sangat diperlukan dalam pelajaran matematika.
Melalui manajemen otak diharapkan pelajaran matematika menjadi menyenangkan
bagi siswa. Hal dimungkinkan, karena dengan melibat otak kanan, berarti dalam
pelajaran matematika, guru akan menggunakan gambar, warna, dan imajinasi siswa.
Eric Jensen dalam bukunya Brain Based Learning,
menawarkan sebuah konsep dalam menciptakan pembelajaran dengan orientasi pada
upaya pemberdayaan otak siswa. Menurutnya ada tiga strategi berkaitan dengan
cara kita mengimplementasikan pembelajaran berbasis kemampuan otak, yaitu :
1. menciptakan
suasana atau lingkungan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa.
Strategi ini bisa dilakukan terutama pada saat guru memberikan soal-soal untuk
mengevaluasi materi pelajaran. Soal-soal yang diberikan harus dikemas
seatraktif mungkin sehingga kemampuan berpikir siswa lebih optimal, seperti
melalui teka-teki, simulasi, permainan dan sebagainya.
2. menghadirkan
siswa dalam lingkungan pembelajaran yang cukup menyenangkan. Guru tidak hanya
memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat
lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus
menghindarkan situasi pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa tidak
nyaman, mudah bosan atau tidak senang terlibat di dalamnya. Strategi
pembelajaran yang digunakan lebih menekankan pada diskusi kelompok yang
diselingi permainan menarik serta variasi lain yang kiranya dapat menciptakan
suasana yang menggairahkan siswa dalam belajar.
3. membuat
suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang
aktif dan bermakna hanya dapat dilakukan apabila siswa secara fisik maupun
psikis dapat beraktivitas secara optimal. Strategi pembelajaran yang digunakan
dikemas sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktraktif dan
interaktif, melalui model pembelajaran yang bersifat demontrasi.
Ketiga strategi utama dalam penerapan Brain
Based Learning tersebut hendaknya bisa diselaraskan dengan semua
tahapan dalam pembelajaran Brain Based Learning. Penerapan Brain
Based Learning menjadikan guru menggunakan strategi pembelajaran
yang berdasar kepada pengoptimalan potensi otak. Hal yang bisa dilakukan
seorang guru ketika proses belajar mengajar dengan menggunakan tahap-tahap Brain
Based Learning (BBL) adalah:
1. Pra-Pemaparan
Memberikan
pengantar atau ulasan tantang topik baru yang akan disampaikan, bisa dengan
memajangnya pada papan pengumuman atau disampaikan secara lisan. Hal ini
sebagai bertujuan untuk membuat koneksi pada otak tentang informasi baru
yang akan didapat siswa.
2. Persiapan
Menghadirkan
siswa dalam lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Guru tidak hanya
memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat
lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus
menghindarkan situasi pembelajaran yang dapatmembuat siswa merasa tidak nyaman,
mudah bosan atau tidak senangterlibat di dalamnya dan dapat menciptakan suasana
yang menggairahkansiswa dalam belajar.
3. Akuisisi
Hal-hal yang
bisa dilakukan dalam tahap akuisisi diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Menyajikan
pembelajaran yang menarik dan berkesan bagi siswa dengan menggunakan
visualisasi dan warna. Contohnya: Jika ingin siswa memahami tentang bangun
ruang, maka ajaklah siswa mengamati berbagai model bangun ruang atau
benda-benda di lingkungan sekitar yang berbentuk bangun ruang. Setelah kegiatan
tersebut, siswa kemudian diminta untuk menggambar bangun ruang tersebut
semenarik mungkin dengan ditambah berbagai warna sesuai dengan kreativitas
siswa. Rangsanglah siswa untuk berkreatifitas membuat gambar bangun
ruang tanpa harus terpaku dengan contoh yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian jika siswa sudah membayangkan sebuah bangun ruang dan dapat
menggambarkan kembali, maka konsep mengenai bangun ruang sudah tertanam pada
otak kanan siswa. Dan jika suatu saat ditanyakan serta diminta untuk menggambar
bangun ruang lagi siswa masih bisa melakukannya. Inilah yangdisebut sebuah
“memori jangka panjang”. Otak akan mengingat informasi enam kali lebih efektif
jika secara jika secara memdukan keaktifan antara otak kiri dan otak kanan.
b) Menghadirkan
gambar-gambar hidup yang konkret dalam pembelajaran. Hal ini senada dengan
pendapat Fiske dan Taylor (Jensen,2008:91) bahwa media yang paling baik untuk
memasukkan informasi adalah dengan gambar hidup yang konkret. Contohnya: untuk
membelajarkan siswa mengenai konsep kecepatan, siswa bisa diajak untuk menonton
video tentang berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kecepatan.
Dengan begitu, materi yang disampaikan menjadi lebih konkret dan mudah dipahami
siswa. Yang tidak kalah penting, suatu objek gambar hidup dapat merangsang
aktifnya otak kiri dan otak kanan.
4. Elaborasi
Hal-hal yang
bisa dilakukan dalam tahap elaborasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Ajarkan siswa
mencatat secara kreatif dengan peta pikiran(mind maping). Peta pikiran
adalah suatu cara mencatat kreatif yang dapatmelatih otak kanan. Catatan yang
biasa dibuat secara urut rapi, teratur dari atas ke bawah sesuai aturan yang
sudah menjadi kebiasaan berpuluh-puluh tahun, ternyata hanya melatih otak kiri
saja. Siswa sering tidak mampu memahami catatannya untuk jangka panjang. Tetapi
jika catatan dibuat sendiri secara kreatif oleh siswa dengan cara membuat
konsep utama pada tengah halaman buku, kemudian dari konsep utama tersebut
dibuat cabang dan ranting yang makin ke ujung memuat konsep yang lebih
detail.Sehingga siswa dapat lebih memahami isi keseluruhan materi pelajaran dan
mengetahui hubungan antar konsep-konsep. Yang perlu diingat dalam merancang
sebuah peta pikiran (mind maping) adalah menambahkan gambar dan
warna-warna menarik pada tiap cabang atau ranting konsep.
b) Melakukan eksperimen
atau bermain peran. Contohnya: untuk melatih siswa dalam menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan pecahan, siswa bisa diajak untuk bermain
peran (drama) yang memuat unsur-unsur mengenai permasalahan pecahan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain mengasah kemampuan otak kiri siswa dalam
menyelesaikan permasalahan mengenai pecahan, cara seperti itu juga bisa
melatih kemampuan otak kanan siswa dalam bidang seni.
5. Formasi
Memori
Hal-hal yang
bisa dilakukan dalam tahap formasi memori diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Membangkitkan
gelombang alpha otak siswa. Gelombang alpha ini adalah cara untuk mengaktivasi
otak tengah. Gelombang otak siswa yang cocok untuk menangkap informasi
adalah bila otak siswa berada pada gelombang alpha. Pada panjang gelombang ini
siswa terfokus untuk mendengarkan,memperhatikan pelajaran atau berkonsentrasi
sehingga apa yang telah di pelajari pada suatu hari masih tetap ada pada
hari sesudahnya. Konsentrasi ini ditandai oleh membesarnya pupil mata siswa.
Untuk itu, ciptakan suasana menyenangkan bagi siswa. Jika siswa sulit
berkonsentrasi maka selingi pembelajaran dengan permainan-permainan singkat
yangmemotivasi siswa. Perlu juga pengaturan jadwal yang tepat seperti
tidak tidak menempatkan materi yang sulit di siang hari dimana pada waktu
itu gelombang otak siswa sudah berada gelombang beta. Pada saat itu,siswa sulit
menerima informasi. Anjurkan pada siswa untuk memanfaatkan jam belajar
antara jam tujuh sampai jam sembilan malam, dimana pada saat itu umumnya
gelompang otak juga dalam posisi gelombang alpha.
b) Menggunakan musik
dalam pembelajaran. Menurut Robert Monroe (dalam Jensen, 2008: 384) musik yang
menggunakan tempo frekuensi dan pola- pola ritmik spesifik bisa membantu
dalam meningkatkan konsentrasi, pembelajaran, dan memori.
6. Verifikasi
Memberikan
beberapa soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang dibelajarkan
kepada siswa. Hal ini untuk mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi
yang telah dipelajari atau belum. Hasil evaluasi kemudian diumumkan kepada
siswa agar mereka mengetahui dirinya sudah memahami materi atau belum dan
sebagai bekal untuk melakukan perbaikan.
7. Integrasi
Fungsional
Mengajak
siswa untuk mengaplikasikan informasi yang didapatnya dalam kehidupan
sehari-hari dan bisa menyampaikan informasi tersebut kepada orang lain. Berikan
kesadaran pada siswa bahwa aktivitas manusia tidak bisa terlepas dari
matematika.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya
kemampuan berpikir matematis, termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat
tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi matematis. Dengan kemampuan koneksi
matematis yang baik siswa dapat lebih memahami tentang konsep abstrak dalam
matematika. Dengan demikian, kesulitan siswa dalam mempelajari matematika dapat
dikurangi sehingga dapat dengan mudah mengaplikasikan pengetahuannya dalam
kehidupan sehari-hari.