Thursday, 26 March 2015

Sebagian siswa pasti mengatakan bahwa pengalaman belajar yang paling menyenangkan adalah ketika mereka belajar di taman kanak-kanak (TK). Di TK mereka belajar dengan ceria, mereka menari, menyanyi dan bermain. Guru-guru TK mengajar siswa-siswanya dengan mengoptimalkan fungsi otak kanan sehingga pembelajaran di TK menjadi menyenangkan dan  menarik.

            Pelajaran matematika sampai saat ini masih dirasakan sebagian besar siswa adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini dipicu oleh bentuk pembelajaran matematika yang tidak interaktif. Pembelajaran hanya didominasi oleh kegiatan menghitung, bernalar, analisis. Bentuk kegiatan pembelajaran ini cenderung hanya mengaktif peran otak kiri. Ini berarti kemampuan otak belum dioptimal karena fungsi otak kanan belum sepenuhnya ikut aktif. Pada hal kemampuan otak kiri hanya mengingat atau menyimpang memori yang sifatnya jangka pendek sedangkan otak kanan mempunyai memori daya ingat jangka panjang. Oleh karena itu, apabila hanya otak kiri yang dominan maka ada kemungkinan anak didik dalam menyerap pelajarannya mudah lupa. Karena lupa, tentu menyebabkan siswa sulit menjawab soal-soal ujian.

            Manusia mempunyai kemampuan otak yang luar biasa. Ini dapat dilihat bahwa manusia mempunyai otak dengan kapasitas satu triliun sel otak. Menurut penelitian, rata-rata manusia mempergunakan kurang dari 1% kemampuan otaknya (Windura, 2008). Apa jadinya kalau manusia bisa mempergunakan 10% kemampuan otaknya? Kecenderungan menggunakan otak kiri dapat dilihat fenomena yang paling sering terjadi dalam belajar adalah mementingkan apa yang dipelajari (what to learn), bukan bukan bagaimana cara belajarnya (how to learn).
Pelajaran matematika sampai saat ini masih menjadi momok dan kurang disenangi oleh siswa. Hal ini disebabkan dalam pelajaran matematika yang didominasi pada penalaran, analisis, perhitungan yang lebih terkait dangan otak kiri. Agar membelajaran dapat mengfungsi otak kiri dan kanan siswa, maka diperlukan suatu proses pembelajaran yang interaktif. Melalui pembelajaran yang interaktif diharapkan guru dapat mengkondisikan berfungsinya kedua belahan otak atau lebih dikenal dengan manajemen otak (Brain Management) siswa. Pembelajaran matematika dengan melibatkan manajemen otak sangat diperlukan dalam pelajaran matematika. Melalui manajemen otak diharapkan pelajaran matematika menjadi menyenangkan bagi siswa. Hal dimungkinkan, karena dengan melibat otak kanan, berarti dalam pelajaran matematika, guru akan menggunakan gambar, warna, dan imajinasi siswa.
Eric Jensen dalam bukunya Brain Based Learning, menawarkan sebuah konsep dalam menciptakan pembelajaran dengan orientasi pada upaya pemberdayaan otak siswa. Menurutnya ada tiga strategi berkaitan dengan cara kita mengimplementasikan pembelajaran berbasis kemampuan otak, yaitu :
1.    menciptakan suasana atau lingkungan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Strategi ini bisa dilakukan terutama pada saat guru memberikan soal-soal untuk mengevaluasi materi pelajaran. Soal-soal yang diberikan harus dikemas seatraktif mungkin sehingga kemampuan berpikir siswa lebih optimal, seperti melalui teka-teki, simulasi, permainan dan sebagainya.
2.    menghadirkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang cukup menyenangkan. Guru tidak hanya memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus menghindarkan situasi pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa tidak nyaman, mudah bosan atau tidak senang terlibat di dalamnya. Strategi pembelajaran yang digunakan lebih menekankan pada diskusi kelompok yang diselingi permainan menarik serta variasi lain yang kiranya dapat menciptakan suasana yang menggairahkan siswa dalam belajar.
3.    membuat suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang aktif dan bermakna hanya dapat dilakukan apabila siswa secara fisik maupun psikis dapat beraktivitas secara optimal. Strategi pembelajaran yang digunakan dikemas sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktraktif dan interaktif, melalui model pembelajaran yang bersifat demontrasi.

Ketiga strategi utama dalam penerapan Brain Based Learning tersebut hendaknya bisa diselaraskan dengan semua tahapan dalam pembelajaran Brain Based Learning. Penerapan Brain Based Learning menjadikan guru menggunakan strategi pembelajaran yang berdasar kepada pengoptimalan potensi otak. Hal yang bisa dilakukan seorang guru ketika proses belajar mengajar dengan menggunakan tahap-tahap Brain Based Learning (BBL)  adalah:
1.  Pra-Pemaparan
Memberikan pengantar atau ulasan tantang topik baru yang akan disampaikan, bisa dengan memajangnya pada papan pengumuman atau disampaikan secara lisan. Hal ini sebagai bertujuan untuk membuat koneksi pada otak tentang informasi baru yang akan didapat siswa.
2.    Persiapan
Menghadirkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Guru tidak hanya memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus menghindarkan situasi pembelajaran yang dapatmembuat siswa merasa tidak nyaman, mudah bosan atau tidak senangterlibat di dalamnya dan dapat menciptakan suasana yang menggairahkansiswa dalam belajar.
3.    Akuisisi
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam tahap akuisisi diantaranya adalah sebagai berikut.
a)   Menyajikan pembelajaran yang menarik dan berkesan bagi siswa dengan menggunakan visualisasi dan warna. Contohnya: Jika ingin siswa memahami tentang bangun ruang, maka ajaklah siswa mengamati berbagai model bangun ruang atau benda-benda di lingkungan sekitar yang berbentuk bangun ruang. Setelah kegiatan tersebut, siswa kemudian diminta untuk menggambar bangun ruang tersebut semenarik mungkin dengan ditambah berbagai warna sesuai dengan kreativitas siswa. Rangsanglah siswa untuk  berkreatifitas membuat gambar bangun ruang tanpa harus terpaku dengan contoh yang diberikan oleh guru. Dengan demikian jika siswa sudah membayangkan sebuah bangun ruang dan dapat menggambarkan kembali, maka konsep mengenai bangun ruang sudah tertanam pada otak kanan siswa. Dan jika suatu saat ditanyakan serta diminta untuk menggambar bangun ruang lagi siswa masih bisa melakukannya. Inilah yangdisebut sebuah “memori jangka panjang”. Otak akan mengingat informasi enam kali lebih efektif  jika secara jika secara memdukan keaktifan antara otak kiri dan otak kanan.
b)     Menghadirkan gambar-gambar hidup yang konkret dalam pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Fiske dan Taylor (Jensen,2008:91) bahwa media yang paling baik untuk memasukkan informasi adalah dengan gambar hidup yang konkret. Contohnya: untuk membelajarkan siswa mengenai konsep kecepatan, siswa bisa diajak untuk menonton video tentang berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kecepatan. Dengan begitu, materi yang disampaikan menjadi lebih konkret dan mudah dipahami siswa. Yang tidak kalah penting, suatu objek gambar hidup dapat merangsang aktifnya otak kiri dan otak kanan.
4.    Elaborasi
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam tahap elaborasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a)      Ajarkan siswa mencatat secara kreatif dengan peta pikiran(mind maping). Peta pikiran adalah suatu cara mencatat kreatif yang dapatmelatih otak kanan. Catatan yang biasa dibuat secara urut rapi, teratur dari atas ke bawah sesuai aturan yang sudah menjadi kebiasaan berpuluh-puluh tahun, ternyata hanya melatih otak kiri saja. Siswa sering tidak mampu memahami catatannya untuk jangka panjang. Tetapi jika catatan dibuat sendiri secara kreatif oleh siswa dengan cara membuat konsep utama pada tengah halaman buku, kemudian dari konsep utama tersebut dibuat cabang dan ranting yang makin ke ujung memuat konsep yang lebih detail.Sehingga siswa dapat lebih memahami isi keseluruhan materi pelajaran dan mengetahui hubungan antar konsep-konsep. Yang perlu diingat dalam merancang sebuah peta pikiran (mind maping) adalah menambahkan gambar dan warna-warna menarik pada tiap cabang atau ranting konsep.
b)     Melakukan eksperimen atau bermain peran. Contohnya: untuk melatih siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pecahan, siswa bisa diajak untuk bermain peran (drama) yang memuat unsur-unsur mengenai permasalahan pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengasah kemampuan otak kiri siswa dalam menyelesaikan permasalahan mengenai pecahan, cara seperti itu juga bisa melatih kemampuan otak kanan siswa dalam bidang seni.
5.    Formasi Memori
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam tahap formasi memori diantaranya adalah sebagai berikut.
a)      Membangkitkan gelombang alpha otak siswa. Gelombang alpha ini adalah cara untuk mengaktivasi otak tengah. Gelombang otak siswa yang cocok untuk menangkap informasi adalah bila otak siswa berada pada gelombang alpha. Pada panjang gelombang ini siswa terfokus untuk mendengarkan,memperhatikan pelajaran atau berkonsentrasi sehingga apa yang telah di pelajari pada suatu hari masih tetap ada pada hari sesudahnya. Konsentrasi ini ditandai oleh membesarnya pupil mata siswa. Untuk itu, ciptakan suasana menyenangkan bagi siswa. Jika siswa sulit berkonsentrasi maka selingi pembelajaran dengan permainan-permainan singkat yangmemotivasi siswa. Perlu juga pengaturan jadwal yang tepat seperti tidak tidak menempatkan materi yang sulit di siang hari dimana pada waktu itu gelombang otak siswa sudah berada gelombang beta. Pada saat itu,siswa sulit menerima informasi. Anjurkan pada siswa untuk memanfaatkan jam belajar antara jam tujuh sampai jam sembilan malam, dimana pada saat itu umumnya gelompang otak juga dalam posisi gelombang alpha.
b)     Menggunakan musik dalam pembelajaran. Menurut Robert Monroe (dalam Jensen, 2008: 384) musik yang menggunakan tempo frekuensi dan pola- pola ritmik spesifik bisa membantu dalam meningkatkan konsentrasi, pembelajaran, dan memori.
6.      Verifikasi
Memberikan beberapa soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang dibelajarkan kepada siswa. Hal ini untuk mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Hasil evaluasi kemudian diumumkan kepada siswa agar mereka mengetahui dirinya sudah memahami materi atau belum dan sebagai bekal untuk melakukan perbaikan.
7.    Integrasi Fungsional
Mengajak siswa untuk mengaplikasikan informasi yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari dan bisa menyampaikan informasi tersebut kepada orang lain. Berikan kesadaran pada siswa bahwa aktivitas manusia tidak bisa terlepas dari matematika.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis, termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi matematis. Dengan kemampuan koneksi matematis yang baik siswa dapat lebih memahami tentang konsep abstrak dalam matematika. Dengan demikian, kesulitan siswa dalam mempelajari matematika dapat dikurangi sehingga dapat dengan mudah mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.


0 comments:

Post a Comment

/*